Tatanan Hidup Suku Kei

Kepulauan Kei. Pasti banyak yang asing dengan tempat ini. Atau mungkin langsung ingat sosok John Kei dan nama preman lain yang memberi kesan keras dan sangar. Padahal Kei adalah gugus pulau eksotis. Terletak di tenggara Provinsi Maluku, dengan dua wilayah administratif, Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara.
Masyarakat Kei mungkin satu-satunya suku yang bertahan hidup dengan mengkonsumsi enbal.
Enbal adalah jenis ”singkong beracun” (Manihot duleis). Sejak ratusan tahun lalu, para leluhur Kei berhasil menerapkan fermentasi yang menjinakkan racun tersebut. Enbal kemudian dijadikan makanan khas sumber karbohidrat.
Totalitas hidup suku Kei adalah ketika hukum adat, Larvul Ngabal, mampu diimplementasikan di setiap sendi kehidupan. Hukum ini adalah gumulan panjang mengenai kebaikan dan kelangsungan peradaban. Secara etimologi, hukum ini berasal dua kata, yakni Larvul yang berarti darah dan Ngabal yang berarti tombak.
Larvul Ngabal merupakan simbolisasi diri manusia, yang menyatakan penolakan terhadap kekacauan sosial dan kesewenang-wenangan. Hukum ini punya wibawa tinggi dan dipakai untuk menuntut setiap orang yang melanggarnya. Yang dipercaya untuk melaksanakan peradilan terhadap pelanggaran hukum ini adalah raja-raja wilayah kepulauan Kei.
Terkadang ini yang menyebabkan pemerintah agak kesulitan dalam membangun sistem perekonomian. Energi masyarakat dihabiskan untuk mengurusi hak-hak ulayat, batas tanah, serta persoalan adat.
Kearifan lokal sejatinya menjadi kekuatan untuk membangun peradaban masyarakat lewat berbagai pemberdayaan yang dilakukan. Bukan mengungkung diri dari kemajuan peradaban dan teknologi.
Harmonisasi spirit kebudayaan dan alam Kei harus mampu dikelola dengan baik sebagai identitas karakter. Nilai positifnya, masyarakat Kei belum menjadi sekedar komoditas pasar, karena kegigihan mereka memegang teguh Larvul Ngabal.
Adat memang tidak punya struktur kuat seperti pemerintah, tetapi punya kekuatan dan eksistensi. Adat harus dilihat sebagai anak sulung, bukan menjadi anak tiri di tanah air sendiri. Adat harus menjadi jati diri bagi agama dan hati nurani bagi sebuah pemerintahan.
Kei mengajak kita untuk pulang sebentar ke rumah. Di rumah kita tersedia keanekaragaman tatanan hidup. Ambillah harta warisan tadi dan harmonisasikan dengan arus globalisasi niscaya arus itu akan menghidupkan dan bukan menenggelamkan. **AB

FOKAL

Writer & Blogger

Explore Topics

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia