Jika ditanya, “Buku apa yang sebaiknya saya baca?” Oleh orang lain, baik ia orang yang suka membaca atau tidak. Maka buku inilah yang pertama yang akan saya anjurkan, bahkan untuk orang yang sudah membacanya. Ya, buku itu sebegitu bagusnya sehingga saya memutuskan untuk, juga, mengupas buku ini sebagai resensi di FOKAL.info. Sulit untuk mengkategorikan buku ini, kita bisa masukkan dia ke dalam buku anak-anak namun tidak salah juga untuk memasukkannya ke dalam kategori dewasa. Kategori anak-anak karena bercerita dengan sangat sederhana dan jumlah tokoh yang sangat sedikit. Namun begitu banyak lapisan dari buku ini yang hanya bisa dimengerti pikiran dewasa. Jika pernah membacanya ketika masih kecil, saya sangat anjurkan untuk membaca ulang sekarang dan lihatlah betapa banyak lapisan baru yang bisa kita temukan di dalamnya. Untuk yang belum pernah membacanya, biarlah saya menceritakan sedikit tentang buku ini. Ada dua tokoh utama di buku ini: Sang Pangeran dan Si Pilot. Mereka bertemu di Gurun Sahara ketika Si Pilot terdampar di sana dengan bekal air minum untuk satu minggu. Keseluruhan buku ini adalah dialog dari mereka berdua, atau lebih tepatnya usaha Si Pilot untuk mengerti tentang Sang Pangeran Kecil yang berasal bukan dari bumi ini. Melalui dua tokoh utama ini Antoine de Saint-Exupéry, pengarang buku ini, mengkritik dunia orang dewasa, terutama di dalam kisah perjalanan Sang Pangeran untuk sampai ke bumi ini. Dan menurut saya, melalui mulut dan kisah Sang Pangeran juga si pengarang bercerita secara implisit tentang diri dan hidupnya sendiri, serta tentang pandangan hidupnya. Kritik-kritik ini diceritakan dengan menarik dari sudut pandang kepolosan seorang anak. Suatu sifat yang mungkin menurut kita orang dewasa sebagai hal yang tidak berguna dan cenderung kita lupakan. Namun kita lupa bahwa kepolosan ini yang membuat kita mempunyai imajinasi yang sering kali hilang dari dalam diri kita yang sudah dewasa ini. Dan itu juga rasanya syarat utama untuk menikmati buku ini: imajinasi, kreativitas. Dengan membuang segala ketidakmungkinan yang muncul dalam otak kita sebagai orang dewasa ketika membaca cerita demi cerita di dalamnya, baru kita bisa menemukan lapisan baru. Sebuah pengertian baru, momen pencerahan yang polos dan sederhana, yang biasa kita lihat di dalam diri anak kecil ketika melihat pelangi. Betapapun sederhananya fenomena pelangi itu dapat dijelaskan sebagai fenomena ilmu pasti dalam pikiran orang dewasa. Sebagai catatan tambahan: resensi ini saya buat berdasarkan pengalaman saya membaca versi terjemahan bahasa Inggris, sehingga saya tidak tahu persis bagaimana pengalaman membaca buku ini dalam saduran bahasa Indonesia. **BDL Judul Buku: Pangeran Kecil – The Little Prince Pengarang: Antoine de Saint-Exupery Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama Tebal Buku: 112 Halaman
Untuk Indonesia yang Kuat, 100 Langkah untuk Tidak Miskin
Banyak cara berkontribusi bagi kemajuan dan keutuhan negeri ini. Ternyata salah satunya adalah dengan tidak miskin. Jangan mencibir atau mengerutkan kening dulu. Istilah tidak miskin itu sebenarnya menggambarkan kondisi keuangan yang terencana dengan baik, sehingga mampu memberikan keamanan finansial hingga hari tua. Kondisi keuangan yang sehat ini akan memampukan kita, bagian dari masyarakat Indonesia, untuk menjaga daya beli bangsa, berinvestasi di negeri sendiri, serta menolong sesama yang belum seberuntung kita dalam hal keuangan. Secara umum, itulah alasan Ligwina Hananto menulis buku ini. Sebagai seorang yang ahli di bidang keuangan, khususnya konsultasi keuangan pribadi. Berapa banyak dari kita yang mengerti apa tujuan menghasilkan dan (mungkin) menyimpan uang setiap bulan? Pernahkah kita mendengar keluhan di tengah keluarga besar kita mengenai biaya pendidikan yang terus meninggi? Berapa banyak dari kita yang berpikir untuk menginvestasikan uang? Lalu, pernahkah anda dan saya, atau keluarga kita merasa terbebani dengan keluarga besar atau tetangga yang harus meminjam uang dalam jumlah besar? Ligwina menjelaskan dengan cara yang tidak sulit dimengerti apa saja yang harus diketahui mengenai pengelolaan serta tujuan mengelola uang. Ia menantang pandangan umum kita tentang menabung, menjelaskan langkah membuat rencana keuangan, memulai investasi, hingga mencapai kebebasan finansial. Semua untuk satu tujuan: Indonesia yang lebih kuat. Yang menarik dari buku ini, paparan Ligwina mengenai pengelolaan keuangan yang terasa “sangat Indonesia”. Buku keuangan mana yang dalam pengelolaan keuangan pribadi mempertimbangkan kebiasaan masyarakat Indonesia saling menolong family dalam hal keuangan? Tidak cukup jika hanya satu orang saja yang mengelola keuangan pribadinya dengan baik. Dibutuhkan partisipasi dari banyak orang, termasuk kita, kaum muda yang mulai memiliki penghasilan sendiri, untuk menjaga dan memperkuat Indonesia dari sisi keuangan. Tidak perlu khawatir bahwa mengelola keuangan itu sulit. Fokus pada tujuan besar kita, dan mengutip kata-kata Ligwina Hananto dalam bukunya ini, “Kalau sulit, ya belajar!” **ERS