Butet Manurung: Pelopor Pendidikan di Pedalaman Indonesia

Rasanya sudah banyak tulisan dan publikasi yang mengangkat Butet Manurung. Orang juga mungkin sudah sangat tahu soal Sokola Rimba, institusi pendidikan alternatif di rimba hutan Bukit Dua Belas Jamb.

Kisah perjuangan Butet merintis pendidikan bagi suku Anak Dalam ini bahkan telah diangkat dalam film drama di November 2013, yang disutradai Riri Riza dan dibintangi Prisa Nasution.

Kisahnya berawal ketika Butet membaca sebuah iklan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Warung Informasi Konservasi (Warsi) yang isinya mencari fasilitator pendidikan alternatif bagi suku asli hutan Jambi, Suku Anak Dalam, atau mereka menyebut diri sendiri sebagai Orang Rimba.

Tahun 1999, Butet bergabung dengan LSM Warsi. Ia tidak langsung melakukan kegiatan belajar mengajar. Selama tujuh bulan mahasiswi Universitas Padjadjaran Bandung ini melakukan pendekatan dan riset mengenai kehidupan dan kebiasaan orang rimba.

Niat tulus yang dibawanya dari kota untuk memberikan pendidikan bagi orang rimba tidak berbanding lurus dengan respon yang didapat ketika berada di lapangan.

Berbagai penolakan dan hal-hal yang tidak terduga seolah datang bergantian untuk menguji keteguhan hatinya. Masuk ke kehidupan mereka adalah hal yang sangat sulit pada awalnya, Orang Rimba percaya bahwa Orang Terang (cara orang rimba menyebut orang luar) membawa banyak penyakit dan kesialan bagi mereka. Bahkan, ketika salah satu dari orang rimba sakit, seringkali mereka menyebut Butet adalah sumber penyakit tersebut.

Pada kesempatan lain, Butet menyampaikan bahwa tujuan mereka hadir adalah untuk mengajar baca, tulis dan berhitung bagi anak rimba. Namun, orang rimba dengan tegas menolak bahwa membaca dan menulis melanggar adat. Bagi mereka pena adalah iblis bermata tajam.

Hal ini bukan tanpa alasan, bagi mereka bertemu dengan orang terang yang menggunakan pena menjadikan mereka menderita kesialan. Orang rimba sering kali ditipu dan diusir dari tempat mereka tinggal lantaran menandatangani perjanjian yang berujung pada penggusuran mereka dari wilayah mereka tinggal.

Hal ini terjadi karena orang rimba tidak bisa membaca dan mengerti isi dari perjanjian tersebut. Ketika dihadapkan pada situasi tersebut tak satu orangpun yang membantu orang rimba. Ini menjadi titik tolak, Butet semakin bertekad untuk mengajarkan baca dan tulis kepada orang rimba. Hal ini sangat penting agar mereka bisa mempertahankan haknya dan membela nasib sendiri.

Penolakan yang dihadapinya tak lantas membuat semangatnya surut, dia tetap melakukan pendekatan sampai akhirnya layak dan dianggap menjadi bagian dari keluarga rimba.

Perjuangan Butet Manurung untuk menembus hutan di pedalaman Jambi serta memberikan waktunya bertahun-tahun mengajar orang rimba berbuah manis. Lebih dari 10.000 orang rimba baik dewasa maupun anak-anak menjadi muridnya di Sokola Rimba.

Tak hanya membaca, menulis dan berhitung, kini orang rimba pun berhasil mengaplikasikan ilmu tersebut ke kehidupan sehari-hari terutama ketika bersinggungan dengan dunia luar. Tak berhenti disana, Butet ingin kehidupan Orang Rimba semakin diperhatikan.

Ia pun menuliskan kisahnya tersebut ke dalam sebuah buku yang berjudul Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba, ini yang mendasari film dengan judul serupa.

Sokola Rimba kini tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Setidaknya hingga 2019 ada 16 titik dimana sekolah ini bereksperiman. Diantaranya di Flores, Halmahera, Bulukumba, Pulau Besar, Gunung Egon, Yogyakarta, Makassar dan Sumba.

Tujuannya masih sama, untuk membantu mereka yang tinggal di pedalaman mempertahankan haknya dan hidup nyaman di tanah mereka. Dedikasi dan kerja keras perempuan kelahiran 21 Februari 1972 ini pun telah diganjar ragam penghargaan.

Mulai dari Man and Biosphere Award dari LIPI dan UNESCO Indonesia (2001), TIME Magazine’s Heroes of Asia (2004), Young Global Leader oleh World Economic Forum, Social Entrepreneur of the Year oleh Ernst and Young, dan terakhir Ramon Magsaysay Award (2014).

Butet telah berhasil menerobos berbagai ketidakadilan yang dirasakan oleh Orang Rimba. Sosok ini yang tentu masih kita harap muncul bagi banyak wilayah lain di negeri ini.

Kita tetap butuh inspirasi dari individu dengan tekad kuat, serta tulus yang bahkan merasakan jantungnya berdebar sangat kencang dan berontak ketika saudaranya menjadi korban ketidakadilan. **RS

FOKAL

Writer & Blogger

Explore Topics

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia