Djaga Depari: Antara Cinta, Sedih dan Bangsa

Rasanya tak ada yang bisa menyambungkan suara hati masyarakat Karo dengan not lagu, selihai Djaga Depari. Di tangan komponis bersahaja ini, hampir semua curahan semangat Karo tersimfoni sempurna.

Lagu-lagu Djaga Depari dengan gamblang bercerita keindahan alam, romantisme cinta, kesedihan hidup serta semangat mempertahankan kemerdekaan. Semuanya amat kental dengan keseharian warga Karo.

Depari menulis sejumlah lagu heroik semisal Erkata Bedil (Dentum Senjata) yang menyemangati pejuang di Pertempuran Medan Area, atau Kemerdekaanta (Kemerdekaan Kita) yang memberi nasehat pada para pemuda agar gigih mempertahankan kemerdekaan. Tapi komponis kelahiran Serebaya, Tanah Karo 5 Mei 1922 ini, juga menulis tembang romantis semacam Terang Bulan, atau yang sangat melankolik seperti Piso Surit.

Diperkirakan Djaga Depari menulis ratusan lagu. Namun hanya sekitar tujuhpuluhan karyanya yang kini terdokumentasi dengan baik. Sering kali lagunya lebih dahulu populer di masyarakat, tanpa ia memperoleh royalti.

Lulus dari Christelijk HIS (Sekolah Dasar yang dikelola Zending Kristen) di Kabanjahe pada 1939, Djaga Depari memilih untuk berfokus pada musik. Ia pun berangkat ke Medan untuk menjadi seniman.

Pria dari Sub-merga Ginting ini memang konsisten dengan pilihan hidupnya, meski pada masanya karir sebagai pemusik bukanlah hal yang menjanjikan secara finansial.

Djaga Depari sempat berkiprah dalam orkes Melayu, Melati-Putih. Orkes yang pemainnya multi etnis ini sangat terkenal di Sumatera Timur selama era 1940-an. Sangat mungkin selama kiprahnya disini Djaga Depari juga menulis syair lagu yang tidak berbahasa Karo. Tapi sejauh ini belum ditemukan karya-karyanya yang menggunakan bahasa selain Karo.

Saat Jepang tiba di Sumatera di tahun 1943, Djaga Depari memutuskan kembali ke desa kelahirannya di Seberaya.

Ia kemudian menulis lagu untuk kepentingan perjuangan dan menyuarakan suara masyarakatnya. Disinilah ia mulai menghasilkan sejumlah karyanya yang legendaris. Karya-karya ini banyak dijadikan rujukan oleh komponis Karo generasi berikutnya.

Kreativitas Djaga Depari terus berlanjut hingga akhir hayatnya di 15 Juli 1963. Ia mewariskan cerita bersama masyarakat Karo lewat lagu-lagunya. Lewat syairnya soal cinta, kesedihan dan penghargaannya pada bangsa.

FOKAL

Writer & Blogger

Explore Topics

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia