Darurat Demokrasi: Indonesia Dibajak Kartel

Hari-hari ini kita sedang diperhadapkan dengan dagelan politik yang sama sekali tidak lucu. Para elit politik sedang memperlihatkan syahwat kekuasaan yang begitu tinggi.

Melalui sang paman, Mahkamah Konstitusi (MK), sempat diselewengkan menjadi mahkamah keluarga, mengubah aturan mengenai usia calon wakil presiden supaya Gibran bisa menjadi calon Wapres. Skenario ini sukses, sebab KPU langsung menjalankan keputusan MK yang tidak bulat dan kontroversial serta melanggar etika itu. Gibran pun melenggang menjadi Wapres terpilih.

Namun, kali ini MK membuat keputusan yang sangat baik untuk merawat demokrasi, yakni dengan menetapkan ambang batas baru bagi partai politik untuk mengusung calon dalam Pilkada. Juga keputusan MK soal batas usia kepala daerah.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini DPR RI kemudian melakukan pembahasan kilat Rancangan UU tentang Pilkada. Dan seperti yang kita ketahui, kemarin setelah didesak masyarakat, pembahasannya ditunda. Hal ini dilakukan untuk membegal keputusan mengenai ambang batas dan usia itu. Padahal, RUU tentang Pilkada itu tidak menjadi agenda Prolegnas.

Tujuan dari tindakan pembegalan oleh DPR RI itu adalah supaya calon yang diusung oleh koalisi gemuk  tidak mendapatkan lawan. Rakyat hanya datang untuk mengisi kotak kosong. Di beberapa daerah, skenario ini sedang dimainkan. Selain itu, Jokowi juga berkepentingan untuk menaikan anaknya sebagai calon wakil gubernur.

Politik Dinasti dan Politik Kartel
Tindakan Jokowi akhir-akhir ini memang makin terasa janggal. Menteri yang hanya tinggal dua bulan saja diganti. Imbas dari perseteruannya dengan PDIP. Mengganti atau tidak seorang menteri memang haknya presiden. Tetapi, mengganti dengan alasan yang tidak jelas dan hanya karena kepentingan politik kekuasaan, jelas tindakan Jokowi itu bukan demi rakyat Indonesia.

Makin jelas bagi masyarakat Indonesia bahwa yang Jokowi pikirkan adalah dinasti keluarganya. Jokowi telah berhasil membawa Gibran dari Walikota menjadi Wapres. Ia sukses juga membawa menantunya menjadi walikota dan kini digadang-gadang untuk menjadi Gubernur Sumut. Dan sekarang Jokowi mau menjadikan Kaesang sebagai kepala daerah.

Politik dinasti Jokowi ini klop dengan politik kartel. Para elit politik bekonco dengan para penguasa untuk memastikan kartel bisnisnya bisa berjalan dengan baik. Karena itu, koalisi politik dibangun sedemikian rupa, supaya politik perkoncoan itu dapat mulus berjalan.

Dalam nalar sederhana mungkin kita bertanya, kok bisa seorang Jokowi melakukan semua hal yang merusak tatanan demokrasi seperti yang dipertontonkan akhir-akhir ini? Menurut saya, Jokowi tidak sendiri. Ada kartel di belakangnya. Dan Jokowi telah memasang orang-orangnya di berbagai lini, mulai dari kepolisian sampai TNI.

Kondisi ini membuat kita sedang berada dalam kondisi darurat demokrasi. Demokrasi kita terancam mati. Padahal, demokrasi itu adalah buah reformasi yang dipetik sebagai hasil dari perjuangan yang berdarah-darah.

Sayangnya, setelah sekian lama Reformasi, kita kembali lagi seperti hidup di masa Orde Baru. Mungkin kini kita sudah di post-Reformasi, yang memperlihatkan wajah buruk dari politik kartel dan politik dinasti.

Pesan Untuk Rakyat dan Pemerintah (Yang Baru)
Dalam situasi ini, saya kira rakyat tidak boleh diam. Masyarakat sipil harus eling dan bangkit, karena selama ini telah terhipnotis dengan seorang yang bergaya jelata. Aksi-aksi yang dilakukan sejak kemarin dengan turun ke jalan harus dilakukan terus sebagai bentuk kontrol terhadap pemerintahan yang semakin lalim.

Para Guru Besar dan Akademisi memang harus bersuara lantang. Pers harus kritis dan memihak kepada kebenaran. Situasi darurat ini memang butuh respons yang tepat dan benar. Kita harus berpihak pada masyarakat dan demokrasi.

Anggota DPR RI yang tidak hadir sehingga tidak korum dalam usaha pembegalan kemarin kita apreasiasi. DPR memang harus memihak kepada rakyat. Semoga semakin banyak yang eling. Bukan berpihak pada politik busuk yang hanya mau menang dengan menghalalkan segala cara.

Saya pikir, Pak Prabowo juga pasti tidak mau terjerat dalam jebakan politik dinasti Jokowi. Semoga benar yang dikatakan bahwa Pak Prabowo sudah selesai dengan dirinya. Ia hanya memikirkan masa depan Indonesia yang demokratis, adil, dan sejahtera!

Merdeka!!
Lawan kelaliman!

Pdt. Dr. Hariman A. Pattianakotta, Pemerhati Sosial

FOKAL

Writer & Blogger

Explore Topics

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2024 Gogoho Indonesia | Powered by Gogoho Indonesia